Pages

Sabtu, 10 Maret 2012

Kedutaan Amerika Bina 17.000 Orang Antek Berbakat di Indonesia


Seperti apa sih sosok-sosok kredibel yang Anda bina saat ini dan seberapa banyak nama yang ada dalam daftar itu? – Seperti kami sebutkan sebelumnya, Kedutaan membina sebuah database kontak yang tersentralisasi yang berisi sekitar 17.000 nama, 6.500 nama di antaranya datang dari Seksi Urusan Publik (PAS). Database ini digunakan oleh hampir semua elemen Kedutaan untuk menyebarluaskan informasi dan membangun daftar tamu untuk segunung acara yang disponsori Kedutaan.

Kedutaan Amerika dan 17.000 Orang Antek Berbakat di Indonesia
Pengantar Redaksi: Tulisan berseri ini adalah upaya lanjutan Islam Times menggali khasanah WikiLeaks, ‘tambang emas’ kawat rahasia Kedutaan Amerika Serikat di website WikiLeaks. Mulai edisi ini, kami akan memotret keberadaan dan sepak terjang 17.000 orang kaki tangan Kedutaan Amerika di Indonesia, dari perwira menengah di
kantor polisi di Banda Aceh hingga ke pejabat dan akvitis di pedalaman Papua.
KEDUTAAN Besar Amerika Serikat di Jakarta punya database yang berisi nama sekitar
17.000 orang Indonesia yang mereka perhatikan segala keperluan dan urusannya, yang mereka rawat dan ruwat, sayang dan lindungi layaknya keluarga sendiri. Inilah kisah kaki tangan Kedutaan Amerika di Indonesia, sebuah cerita infiltrasi dan penaklukan republik, yang meruap dari gulungan kawat rahasia kedutaan yang bocor tanpa sensor di website WikiLeaks per September 2011.
KEBERADAAN dan sepak terjang ‘anak-anak’ Kedutaan Amerika di Jakarta terangkum setidaknya dalam dua telegram bertema “Credible Voices”, dikawatkan berturut-turut pada 5 November dan 11 Desember 2008. Status: CONFIDENTIAL.
Apa itu ‘Credible Voices’?
Wakil Menteri Luar Negeri Amerika Serikat di tahun 2008, James K. Glassman, menggambarkan ‘credible voices’ sebagai sebuah ‘kebijakan global’ Kedutaan Amerika di seluruh dunia yang intinya adalah pelibatan “tokoh-tokoh berpengaruh di negara tuan rumah” dalam penyebarluasan dan penguatan pesan-pesan utama Amerika dalam melawan kekerasan ekstrimisme serta soal-soal lainnya yang laten dan penting bagi “komunikasi-komunikasi strategis Kedutaan Amerika”.
Glassman bilang gagasan bermula dari sebuah pertemuan antara Menteri Luar Negeri Condoleeza Rice dan Steve Hadley, asisten National Security Affairs untuk presiden Amerika, George W. Bush. Rice dan Steve, kata Glassman, sepakat “membangun kontra gerakan menentang ekstrimisme kekerasan. Gerakan ini, katanya lagi, sekaligus bertujuan menciptakan ruang bagi “sosok-sosok kredibel yang bersedia menyuarakan penentangan pada kekerasan dan terorisme ... .”
Dia juga menggambarkan credible voices sebagai sebuah Peperangan Ide (‘War of Ideas’), inisiatif global yang pelaksaannya dalam kendali Gugus Kerja Credible Voices di Kementrian Luar Negeri Amerika di Washington DC. Gugus kerja, katanya, berisi personel dari Kementrian Luar Negeri, Kementrian Pertahanan dan “komunitas intelijen” Amerika.
Dalam konteks itu semua lah maka dalam sebuah telegram dari Washington DC tertanggal 2 Desember 2008, Glassman mengabarkan keberadaan proyek Credible Voice dan meminta 12 kedutaan yang menjadi penerima telegram, termasuk Kedutaan Amerika di Jakarta, untuk memberi masukan soal status terkini orang-orang binaan Amerika. Dia secara khusus mencantumkan delapan pertanyaan besar dan meminta jawaban cepat sebelum 8 Desember 2008.
Marka (U) dan (C) dalam terjemahan telegram balasan Kedutaan Amerika di Jakarta berikut, dikawatkan dari Jakarta pada 11 Desember 2008 oleh seorang perwira politik Kedutaan Amerika, berturut-turut merujuk pada klasifikasi informasi “Unclassified” dan “Confidential”. Atribute “HUME” di akhir telegram mengisyaratkan Duta Besar Cameron R. Hume telah membaca dan memberi persetujuan atas isinya:
“1. (U) Terima kasih atas kesempatan membagi pandangan kami sekaitan program komunikasi strategis dan Diplomasi Publik di wilayah beragam budaya dan strategis Indonesia, bangsa berpopulasi mayoritas muslim terbesar dan negara demokrasi terbesar ketiga. Laporan Kedutaan sebelumnya dalam RefB “winning the ‘war of ideas’ in Indonesia” menggambarkan adanya perbedaan pandangan dunia dari Islam di Timur Tengah – dan perlunya kita menyetel pesan-pesan untuk audiens spesial ini. Respon kami atas pertanyaan dalam RefA sebagai berikut.
2. (C) Hingga tingkatan mana kerjasama Country Team untuk memproduksi dan mengelola sebuah daftar kontak yang seragam/sistem manajemen kontak? -- Kedutaan Jakarta punya database kontak yang rapi dan terpusat yang berisi sekitar 17.000 nama. Seksi Urusan Publik (PAS) mengelola 6.500 nama dalam sistem, yang digunakan oleh hampir semua elemen Kedutaan untuk mendistribusikan informasi dan menyiapkan daftar tamu.
3. (C) Seberapa terpandang dan berpengaruh individu dan institusi di negara tuan rumah dalam mendukung pesan-pesan kita melawan kekerasan ekstrimisme secara terbuka? -- Indonesia, sekalipun demokrasinya masih muda, terbukti bisa menjadi mitra yang diandalkan dalam perang melawan terorisme. Negara ini menawarkan peluang-peluang unik untuk merangkul kaki tangan dan membangun dukungan untuk nilai-nilai toleransi dan nir-kekerasan internasional. Sebagian besar orang Indonesia berpandangan toleran, tak membeli kekerasan. Mereka umumnya menolak pandangan radikal dari kelompok-kelompok minoritas kecil, seperti Jemaah Islamiyah (JI) atau Front Pembela Islam (FPI). 
Sekalipun banyak orang Indonesia yang tak setuju dengan kebijakan luar negeri kita, mereka berkenan untuk berinteraksi dan tidak “anti-Amerika”. Banyak individu dan institusi kunci, termasuk perwakilan lembaga-lembaga negara, media, LSM, kelompok-kelompok bisnis dan organisasi-organisasi agama dan akademisi mendukung pesan-pesan kita menentang ekstrimisme dan terorisme dan mendukung demokrasi dan hak-hak asasi manusia. 
Kendati, kami mendapati bakal lebih jitu jadinya jika pesan-pesan ini disebarluaskan sebagai pandangan bebas Indonesia atau pandangan resmi pemerintah ketimbang disebarluaskan dengan menonjolkan kesan kalau pesan-pesan itu datang langsung dari Pemerintah Amerika Serikat. Orang-orang Indonesia pasca kolonialisme bangga dan sangat cinta tanah airnya dan ingin dianggap sebagai bangsa yang merdeka, bebas dan mandiri. Jarang di antara mereka yang terang-terangan mendukung kebijakan-kebijakan Amerika dan menekan mereka untuk berbuat seperti itu bisa jadi bumerang.
4. (C) Apa dampak individu dan institusi ini pada opini publik dan kebijakan-kebijakan negara tuan rumah? -- Individu dan institusi yang cemerlang punya beragam pandangan dan gagasan. Umumnya, mereka yang berbicara menentang ekstrimisme dan terorisme mampu mendatangkan dampak positif; tapi mereka yang angkat suara mendukung demokrasi punya dampak yang jauh lebih besar. Namun, pernyataan-pernyataan publik oleh institusi atau individu yang dipandang “anti-Muslim” atau dalam pengaruh Amerika Serikat, bisa berdampak negatif pada opini publik. 
Dukungan pada nilai-nilai yang dianut Amerika semisal toleransi, hak asasi dan demokrasi umum terdengar dan jitu saat pesan tak terlihat digerakkan oleh pihak luar. Pandangan-pandangan sekaitan “kebebasan pers” cukup dimengerti dengan baik, khususnya di kalangan media. Dua organisasi Muslim terbesar di Indonesia, Muhammadiyah dan Nahdhatul Ulama – dengan anggota 90 juta orang – kerap menggelar konferensi dan mempromosikan pentingnya dialog antar-kepercayaan di dalam maupun luar negeri. Mereka selalu menyambut baik keikutsertaan Barat dalam acara-acara itu.
5. (C) Bagaimana dan hingga tingkatan mana Anda mendorong mereka untuk mengungkapkan pandangan ke publik? -- Kedutaan rutin bertemu dengan beragam kontak baik perorangan atau dalam kelompok-kelompok kecil, mengundang mereka ke acara-acara Kedutaan, menghadiri acara-acara lokal atau pertemuan-pertemuan informal. Kedutaan kerap menyediakan bahan-bahan rujukan sekaitan persoalan-persoalan kebijakan kunci dan membagi keprihatinan dengan mitra di Pemerintah Indonesia. Kalau keadaan memungkinkan, Kedutaan menggunakan kontak-kontak ini untuk mendorong Pemerintah Indonesia agar mengeluarkan pernyataan-pernyataan publik mendukung persoalan-persoalan kunci, khususnya di Dewan Keamanan PBB atau dalam pengambilan keputusan di IAEA dan Duta Besar memasukkan tulisan-tulisan opini di media lokal. 
Kendati, sukses terbesar kami berpusat pada kerjasama di bidang-bidang yang penting bagi penduduk Indonesia, semisal pada stabilitas ekonomi, keamanan pangan, pendidikan, lingkungan, kesehatan publik, anti-korupsi, keadilan sosial dan ilmu dan teknologi. Alih-alih berpijak pada persoalan-persoalan yang membuat kita terbelah, kami menekankan dan menunjukkan wilayah-wilayah luas yang jadi perhatian kita bersama. Pesan-pesan kita lebih jitu saat orang-orang Indonesia yang memegang kendali dan penyampaiannya meminjam mulut orang Indonesia.
6. Bagaimana Anda mengenali dan memupuk individu-individu yang Anda yakini bisa menjadi sosok-sosok yang kredibel? -- Kedutaan menggunakan beragam metode untuk mengenali dan memupuk sosok-sosok potensial. Kami aktif mencari kandidat yang baik untuk beragam program pertukaran via media atau dengan menghadiri acara-acara lokal yang beragam; dan secara tidak langsung via rekomendasi dari mitra dan kelompok-kelompok yang kami kenal dan hormati. Kami menciptakan kesempatan-kesempatan untuk berdialog dengan orang-orang Indonesia via acara-acara resmi dan outreach, termasuk ke kalangan pelajar dan profesional muda, yang terakhir ini pada persoalan sekaitan pemilu jujur dan adil – persoalan terpenting bagi mereka. 
Outreach Kedutaan adalah sebuah prioritas penting dan staf-staf kami himbau untuk datang ke universitas-universitas, pesantren, dan organisasi-organisasi di kawasan Jakarta, Surabaya dan Medan. Langkah-langkah khusus kami ambil untuk mendatangi kawasan yang relatif terisolasi seperti Papua, Kalimantan dan sebagian Sulawesi dan Sumatera. Kami mengenali pemimpin level menengah dan pemimpin level atas calon penguasa dengan menggandeng beragam organisasi. Kerjasama kami dengan Komando Militer Amerika di Pasifik (PACOM) via Asia Pacific Center for Security Studies (APCSS) dan East-West Center adalah contoh utama kesuksesan di bidang ini.
7. (C) Seperti apa sih sosok-sosok kredibel yang Anda bina saat ini dan seberapa banyak nama yang ada dalam daftar itu? – Seperti kami sebutkan sebelumnya, Kedutaan membina sebuah database kontak yang tersentralisasi yang berisi sekitar 17.000 nama, 6.500 nama di antaranya datang dari Seksi Urusan Publik (PAS). Database ini digunakan oleh hampir semua elemen Kedutaan untuk menyebarluaskan informasi dan membangun daftar tamu untuk segunung acara yang disponsori Kedutaan. Secara informal, Kedutaan tahu mana induvidu-individu kunci, tokoh-tokoh LSM, anggota Dewan, wartawan dan organisasi-organisasi yang bersimpati, dan mendukung, kebijakan-kebijakan spesifik pemerintah Amerika Serikat atau beragam pesan-pesan kami.
8. (C) Dari golongan dan lapisan mana orang atau kelompok masyarakat yang paling besar pengaruh suaranya di negara tuan rumah? – Indonesia adalah negara yang besar dan beragam. Konsekuensinya, suara-suara kredibel bisa muncul dari semua level masyarakat. Beberapa contohnya termasuk pejabat senior pemerintahan, tokoh-tokoh relijius Islam, organisasi-organisasi Muslim paling kredibel dan moderat – Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah; tokoh-tokoh televisi ternama dan media cetak nasional, selebriti, tokoh-tokoh kebudayaan, kalangan intelektual, pemimpin-pemimpin partai politik besar, kalangan peneliti dari berbagai lembaga riset, aktivis LSM, dan tokoh-tokoh bisnis berpengaruh. – Kami menggunakan program-program asistensi, pertukaran dan outreach untuk membantu kelompok-kelompok mainstream yang moderat untuk menyebarluaskan pesan-pesan toleransi mereka, yang pada gilirannya memperkuat keinginan kita dan ikut membantu menyebarluaskan pesan kita. 
Kedutaan dan program-program Diplomasi Publik berjuang menekuk pandangan-pandangan tak demokratis dan militan; mendekatkan orang-orang Indonesia pada toleransi dan dukungan pada kebebasan beragama; dan meningkatkan pemahaman akan budaya, masyarakat dan kebijakan luar negeri Amerika Serikat. Kedutaan aktif memapah demokrasi Indonesia yang masih muda agar bisa melaksanakan reformasi demokrasi dan menyesuaikan diri dengan globalisasi. Pendidikan penting dalam transisi ini. Sebab itu, USAID dan program-program Diplomasi Publik lainnya menggandeng kalangan pendidik di semua level di Indonesia untuk membangun dan menggiatkan pemikiran kritis dan reformasi baik di level pendidikan dasar dan universitas. Proses MCC dan usaha-usaha mitra-mitra seperti Asia Foundation, American Council of Young Political Leaders (ACYPL), dan National Democratic Institute (NDI) membantu orang-orang Indonesia ikut serta lebih efektif dalam pemerintahan demokrasi dan masyarakat madani.
9. (C) Bagaimana Anda bekerja dengan unit-unit Kedutaan yang lain dalam semua usaha ini? – Keberhasilan usaha-usaha Diplomasi Publik dalam lingkungan pelik Indonesia memerlukan koordinasi dan integrasi tinggi di dalam Kedutaan dan dukungan penuh dari Duta Besar yang mendorong semua staf melakukan outreach. Public Affairs Officer dan Information Officer menghadiri pertemuan harian Country Team, untuk memastikan adanya komunikasi yang baik. PAS terlibat aktif dalam penyiapan acara tahunan MSP dan melayani sejumlah gugus kerja Kedutaan dalam sejumlah persoalan kunci, termasuk pemberian hadiah-hadiah untuk keadilan dan kontra terorisme. PAS juga berkoordinasi dengan Development and Outreach Communications Officer (DOC) USAID untuk mempromosikan upaya-upaya asistensi pembangunan kita dan menjadi bagian dari tim pendukung PACOM Military Information. Unit Public Affairs juga membantu FBI yang mencantol di Kedutaan dan pada program asistensi Department of Justice International Criminal Investigative Training (ICITAP).
10. (C) Apa program dan produk tradisional Diplomasi Publik yang Anda gunakan dalam upaya Anda mengidentifikasi dan menyemangati credible voices? – Kedutaan menggunakan banyak macam program dan produk diplomasi publik dan menyetelnya untuk audiens yang dituju dengan topik-topik spesifik. Beberapa yang paling penting bagi kami termasuk, produk-produk IIP (seperti jurnal-jurnal elektronik yang diterjemahkan PAS), international visitor program (IVLP), speakers, Fulbright exchanges, YES High School exchanges, English ACCESS micro-scholarships for disadvantaged youth, pencetakan buku, dan penggunaan hibah demokrasi yang angkanya tak seberapa besar. Jejaring American Corner menyediakan material rujukan dan program-program untuk fakultas dan mahasiswa di 11 kampus universitas ternama di seluruh negeri dan ia penting bagi program outreach kita. Fulbright English Teaching Assistants menggandeng guru-guru lokal di sekolah-sekolah umum, swasta dan pesantren di seluruh negeri dan program English Language Fellow Kedutaan menampilkan pengajaran bahasa Inggris di Akademi Kepolisian Nasional. Outreach ke pemerisa Muslim via program-program TV khusus, pengajaran Bahasa Inggris dan pencetakan buku-buku dan sumbangan-sumbangan sumber-sumber rujukan yang keberlanjutan via dana-dana “pilot country” yang diterima dari R.
11. (C) Ada sokongan tambahan yang bisa/dapat Washington berikan untuk upaya-upaya ini? – PAS perlu sejumlah bidang kerja yang melibatkan staf lokal guna memperkuat program dan dukungan outreach pada kalangan muda dan Muslim di seluruh Indonesia; memperkuat kontak-kontak dengan banyak alumni kita; dan berhadapan dengan media berbahasa Indonesia (termasuk TV dan terbitan regional) dan pencetakan buku. Kami berharap dana “Pilot Country” terus mengucur. Post perlu anggaran inti Fulbright diperluas sehingga lebih banyak sarjana Indonesia yang bisa belajar di Amerika. Kami tak perlu lebih banyak “program-program butik”, tapi lebih banyak sumber-sumber dalam bendera program tradisional beasiswa. Jasa konsultasi pendidikan kita, “Education USA”, minim dana dan staf. Kita perlu meningkatkan angka orang Indonesia di universitas-universitas di Amerika (data terakhir IIE memperlihatkan hanya 7.692 mahasiswa Indonesia di kampus-kampus kita), dan itu perlu pemasaran yang lebih pro-aktif dan dalam skala nasional untuk menutup salah pandang kalau Amerika tak ramah pada Muslim dan terlalu susah untuk mendapatkan visa Amerika. Kita perlu restorasi kantor ECA yang bertanggungjawab untuk penguatan hubungan antar-universitas. 
Peningkatan permintaan program-program pelajaran Bahasa Inggris dan produk-produk sejenisnya memestikan adanya English Language Officer yang full-time dengan cakupan kerja regional. Pendidikan lanjutan staf penting artinya, khususnya sekaitan media baru. – Program Diplomasi Publik kita yang paling jitu adalah IVLP, yang saat ini mendanai 45-50 pengunjung pertahun ke Amerika. Dengan peningkatan pendanaan, kami bisa dengan mudah mengisi 25 slot tambahan IVLP. Kami juga perlu anggaran “I-Bucks” yang lebih besar dari IIP dan lebih banyak Strategic Speaker Initiatives (SSI) yang sifatnya per tahun – saat ini dibatasi hanya tiga. Akhirnya, Kementrian perlu menindaklanjuti saran Menteri Gates dalam pidatonya di Kansas State University pada 26 November 2007 dimana dia menekankan pentingnya peningkatan drastis pendanaan untuk program-program hubungan luar negeri non-militer, termasuk diplomasi dan komunikasi-komunikasi strategis. Secara khusus, dia menyarankan perlunya usaha yang lebih banyak dalam menjaring sumber-sumber militer yang besar untuk digunakan dalam upaya diplomasi publik sipil dan komunikasi-komunikasi strategis.
12. (C) Penguatan suara-suara kredibel di Indonesia memerlukan komunikasi strategis yang berkesinambungan khususnya saat fokus pada area-area yang nyata dan penting untuk orang Indonesia. Upaya kita membangun kemitraan strategis di bidang pendidikan, kesehatan, lingkungan dan tata pemerintahan perlu tetap jadi fokus Kedutaan dan upaya-upaya outreach Diplomasi Publik kita di Indonesia. HUME.”
SELAMA sepekan lebih, Islam Times mencoba menelisik informasi lain sekaitan anak-anak Kedutaan Amerika dan membandingkannya dengan ‘kesaksian’ diplomat Amerika lainnya dalam telegram balasan yang asalnya dari Kedutaan Amerika di Singapura, Baghdad, Berlin, Kabul, Manila, London, Kigali, Tel Aviv, Baku, Wina, Tunis, Gana, Khartoum, Sofia dan beberapa lainnya.
Kami mendapati kalau Kedutaan di Jakarta adalah satu-satunya yang menyebutkan secara spesifik jumlah kontak yang mereka koleksi dalam database tersentralisasi yang mereka ruwat, meski sama sekali tak menyebut nama. Ini berbeda dengan, misalnya Kedutaan Amerika di Singapura, yang dalam telegram balasan ke Washington mencantumkan detil informasi empat orang ‘antek Muslim berbakat’ yang mereka plot sebagai penyambung lidah Kedutaan dalam proyek kontra ekstrimisme dan kekerasan.
Penelisikan lebih jauh memberi gambarkan kalau setiap nama yang tertera dalam database kontak Kedutaan Amerika, setidaknya berisi data biologis (nama, tanggal lahir, agama dan mazhab, etnis), biorgrafi singkat, karir dan pekerjaan, siapa audiens kontak, cakupan pengaruhnya dalam negera, posisi kontak atas ajakan “jihad melawan Amerika”, hubungan dengan Kedutaan sebelumnya jika ada, jenis-jenis ketaksetujuan kontak dengan pemerintah Amerika jika ada, catatan pernah tidaknya kontak mengungkapkan sesuatu yang intinya menyerang laku dan kebijakan Amerika dan siapa personel kedutaan yang menjalin hubungan langsung dengan sang kontak. Informasi dalam sebuah telegram dari Manila menunjukkan kalau Kedutaan Amerika menggunakan seabrek jenis outreach untuk menjaring kontak baru sekaligus “memperharui hubungan” dengan orang-orang yang lama absen, sebuah isyarat kalau siapapun nama yang tertera dalam database dalam pantauan konstan staf Kedutaan.
Informasi lain yang kami dapatkan menunjukkan kalau Kedutaan Amerika menggunakan program speakers, exchanges, konferensi pers, konferensi, diskusi, seminar, kelompok-kelompok diskusi, school outreach, dll., dlsb. sebagai ‘kolam pancing’ untuk mencari antek berbakat. Sasaran mereka adalah tokoh dari semua lapisan, meski ada isyarat kalau yang jadi prioritas adalah pejabat publik, aparat keamanan dan jurnalis. Di Filipina misalnya, credible voices Kedutaan bertumpu pada kalangan editor, jurnalis, presenter berita.
Kami juga mendapati kemungkinan orang-orang yang namanya tertera dalam database kontak Kedutaan Amerika, tak sadar sedang ‘digunakan’, dijadikan pion. Ini terbaca dalam telegram yang menggambarkan kepuasan Kedutaan atas liputan dua teve nasional, Metro TV dan Trans TV, atas jalannya pemilu presiden di Amerika. Telegram lain dari Manila menyebutkan kalau simpati masyarakat di Filipina pada Amerika menjadikan diplomat Amerika di sana kadang tak perlu angkat suara untuk menyemangati sosok-sosok berpengaruh di Manila menyuarakan penentangan atas ekstrimisme dan kekerasan dalam masyarakat.
Kendati, dalam soal yang sama, kami mendapati kemungkinan lain, yakni credible voices dalam proyek kontra ekstrimisme dan kekerasan adalah ‘kontak lama’ kedutaan -- kalau tidak justru informan. Telegram dari Kedutaan Amerika di Singapura menunjukkan kalau empat orang credible voices yang mereka rinci identitasnya adalah informan yang jati dirinya dirahasiakan dan diberi marka “please protect” dalam telegram. Sinyalemen ini, bahwa kontak dalam database kedutaan sekaligus adalah informan yang jatidirinya dilindungi, mungkin bisa memperterang kenapa dalam telegram bewara credible voice dari Washington pada 2 Desember 2008, Glassman menulis: “Saya menyadari kalau banyak dari kita yang bergelut dalam diplomasi publik yang tak terbiasa memandang kontak-kontak kita dalam frame “credible voices”,” katanya. “Tapi sejak hari-hari awal pemerintah Amerika membangun program-program diplomasi publik, kita selalu berupaya menggunakan seabrek program dan kemampuan profesional dalam diplomasi publik di lapangan untuk memahami, melibatkan, memberitakan, dan mempengaruhi publik asing demi kepentingan-kepentingan Amerika, dengan mengidentifikasi dan meruwat sosok-sosok berpengaruh dalam masyarakat negara tuan rumah.”
Salah satu tafsir dari pernyataan Glassman itu adalah mereka yang namanya tertera dalam database kedutaan Amerika adalah orang-orang binaan yang ‘jasa’ dan juga keberadaannya menjadi tulang punggung diplomasi dan seluruh kegiatan Kedutaan, formal maupun kladestin -- dan sebab itu hampir haram hukumnya bagi diplomat Amerika untuk membiarkan orang-orang yang berstatus sebagai aset ini, tersorot cahaya pemberitaan dalam ‘perang opini’ melawan ekstrimisme dan kekerasan. Tafsir ini dikuatkan dengan pernyataan Kedutaan di Jakarta yang bilang kalau dari 17.000 nama dalam database kontak, 6.500 di antaranya adalah kontak yang dikelola sendiri oleh Public Affair Sections, garda depan Kedutaan yang kerap berfungsi sebagai pabrik propaganda. Ini juga dikuatkan dengan pernyataan kalau ‘pengguna’ nama-nama dalam database praktis mencakup seluruh unit kedutaan, termasuk personel FBI dan Komando Militer Amerika di Pasific yang mencantol diri ke Kedutaan Jakarta. Penyataan dalam telegram kalau Kedutaan Amerika menyediakan small grant untuk sejumlah lembaga binaan mereka mengisyaratkan kalau Amerika aktif mendanai periuk nasi antek-antek berbakat mereka.
Apa yang Penting dari Semua ini?
Analisa lebih jauh menunjukkan kalau credible voice adalah proyek intelijen dengan sasaran utama kalangan Muslim di kawasan atau negara dimana Amerika menggelar Perang Melawan Terorisme, dan ini termasuk Indonesia. Credible Voices, dalam banyak hal, adalah kaca pembesar ancaman ekstrimisme dan kekerasan di tingkat lokal dengan meminjam tangan ‘surrogates’, antek dari kalangan pribumi. Ia mesin sensaw akal publik untuk menyembunyikan laku brutal, ekstrim dan berdarah-darah Amerika di belahan dunia lainnya.
Contoh ironis dari semua ini adalah upaya Kedutaan Amerika di Irak menjaring credible voices di Irak. Irak adalah negara jajahan Amerika, Eropa dan Australia dalam satu dekade terakhir. Pencaplokan dan pendudukan Irak oleh militer Amerika dkk itu telah menjadikan sungai Euferat yang membela Baghdad memerah darah. Lebih dari 1 juta orang mati, belum termasuk jutaan lainnya yang cacat dan terusir, menjadi pengungsi di negeri sendiri.
Di tulisan berikutnya, kami akan menyajikan pencapaian-pencapaian antek-antek berbakat Kedutaan Amerika di Indonesia, sebuah prestasi yang sejatinya hanya berarti satu: sobeknya lambung republik. (http://theglobal-review.com/content_detail.php?lang=id&id=7553&type=2)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar