Pages

Sabtu, 10 Maret 2012

Membongkar Falsafah Perang Barat di Dunia Islam dan Indonesia


Penulis : Hendrajit dan Ferdiansyah Ali, Peneliti Senior Global Future Institute

Sejatinya makna perang yang tengah terjadi (di dunia Islam) seperti di Iraq, Afghanistan, Pakistan dan sebagainya, adalah perang mencari harta kekayaan. 




Akan tetapi harus kita telisik, bagaimana  Amerika Serikat (AS) dan para sekutunya negara Barat selalu mencari berbagai dalih dan alasan untuk menguasai negara-negara kaya sumber alam tersebut, dan yang dalam penilaian AS dan sekutu-sekutu barat, dianggap tidak bersahabat. 
Sebagai misal di Irak, ketika Saddam Hussein dianggap AS sulit dikendalikan, lalu mencari dalih adanya kepemilikan senjata pemusnah massal, maupun tudingan bahwa Saddam Hussein telah melindungi Osama bin Laden dan Al Qaeda sebagai aktor utama aksi teror dalam pemboman gedung World Trade Center dan
gedung Pentagon. Sehingga dalam skema war on terror (WOT) yang dilancarkan Presiden George W Bush, Saddam Hussein jadi target operasi untuk digulingkan dari kursi kekuasaan.
Dalih yang diajukan Bush, Saddam berbahaya bagi keamanan internasional karena melanggar demokrasi, hak asasi manusia (HAM), dan dituding bertanggungjawab dalam melakukan pembunuhan massal suku Kurdi di Irak Utara. 
Dengan demikian, peperangan di banyak wilayah yang dilancarkan AS, terutama yang terjadi di negara-negara Islam, adalah perang sekedar mencari uang termasuk mencari barang-barang tambang seperti uranium, intan, timah, emas, minyak dan gas bumi hingga rempah-rempah (opium).
Tatkala AS dan sekutu mencari kekayaan dengan cara memaksa si tuan pemilik menyerahkan hartanya, maka itu namanya merampok. Mereka tidak ubahnya seperti “perampok-perampok internasional”. Itulah yang terjadi.
Siapa Teroris Sesungguhnya?
Teror arti Indonesianya yaitu kekacauan. Isme itu aliran. Jadi secara hakiki terorisme ialah kelompok yang selalu membuat kekacauan di muka bumi. Merujuk  hal di atas, maka telah jelas bahwa AS dan sekutu ialah teroris yang sesungguhnya. Tetapi hal itu di balik arah tudingan ke Islam. Inilah bagian kecil dari propaganda Barat dalam merampok harta negara-negara yang kaya sumber daya alam tetapi masih terbelakang (dunia ketiga).
Guna mengamankan rencananya, mereka telah menyiapkan methode dan tata cara sebagai berikut :
(1)  Membuat Sentimen Agama
Agar misi “perampokan” berjalan mulus, maka latar-belakang pemilik harta dipelajari dan agama mayoritas sang tuan tanah dijadikan alibi, misalnya :
(a) Membuat istilah teroris agar pemilik harta, atau warga beserta keluarga dari si tuan tanah takut akan cap dan stigma teroris, khawatir disebut ekstrimis dan seterusnya;
(b) Mengatakan bahwa perang itu adalah wahyu tuhan, sehingga AS dan sekutu mendapat bantuan moral dari para pemeluk agama lain di seluruh dunia. Mereka juga mengobarkan perang salib/suci, padahal tujuan perang bermotif ekonomi bukan penyebaran agama. Bahkan banyak dari personel atau anggota yang  mengawaki justru tidak beragama. 
Untuk usaha itu mereka memanfaatkan Vatikan, Anglikan dan institusi-institusi religi lainnya. Agama dijadikan alat guna menggapai cita-cita Kapitalisme.
(2) Membuat Agitasi
Menciptakan “peristiwa besar” yang dapat menimbulkan empati masyarakat internasional. Misalnya pengeboman World Trade Centre/WTC (911), Bom Bali I dan II serta aksi-aksi serupa lainnya guna menyulut kemarahan, antipati, kegeraman dan menggugah rasa kemanusian berbagai agama di dunia. Tujuannya untuk  menimbulkan kebencian terhadap umat agama mayoritas pemilik harta dan si tuan tanah.
Terkesan bahwa agitasi yang diciptakan mengorbankan rakyatnya sendiri. Itulah  yang disebut dengan “tumbal politik”. Dan sudah jamak terjadi dalam dunia politik: diperlukan KORBAN untuk mencapai TUJUAN.
Ada beberapa indikator peristiwa besar di dunia ialah agitasi ciptaannya, antara lain :
(a)  Pada peristiwa 911-WTC banyak orang Israel atau Yahudi  tidak masuk kantor. Parameter ekonomi tidak hancur. Padahal WTC merupakan ikon ekonomi AS bahkan dunia, kenapa ekonominya (pada saat itu) aman atau baik-baik saja. Artinya ibarat server yang sengaja di beri virus, ketika server down telah ada hard disk cadangan sebagai pengganti;
(b) Juga pada kejadian Bom Bali I dan II. Kenapa dipilih Bali, karena 95% wisatawan asing berasal dari Australia. Dan Australia sendiri berkepentingan untuk timbulnya kebencian (agitasi) agar rencana mereka didukung oleh rakyat dan agamawan negaranya bahkan masyarakat internasional.
Fakta menyebutkan bahwa sebelum pengeboman, banyak mahasiswa Bali dan NGO melihat ada sinyal peluru cahaya berasal dari kapal perang Australia yang bersandar di Bali. Dengan demikian, Bom Bali merupakan rencana agitasi dari Pemerintah Australia sendiri.
Sedangkan Amrozi Cs adalah korban intelijen Malaysia yang dimanfaatkan oleh Australia. Hampir semua intelijen negara-negara di dunia memahami, bahwa Malaysia dulu adalah pintu gerbang bagi para mujahidin yang mau berkorban demi membela agama. 
Amrozi Cs merupakan kelompok yang punya semangat jihad tinggi, namun tidak mengerti politik serta tidak tahu jalur komando di atasnya. Ia terjebak oleh skenario global yang hingga akhir hayat tidak dipahaminya. Itulah tumbal politik global.
Koalisi 41 Negara atau ISAF
International Security Assistance Force (ISAF) adalah koalisi dari 41 negara pimpinan AS yang hendak menghancurkan Islam.  ISAF itu amuba dari NATO di Asia. Dan AS pemegang saham utama bertugas menyiapkan pasukan dan modal. Ia bebas memilih daerah jajahan. Misalnya Inggris punya saham di Basra, Belanda  memilih Uruzgan, Israel memilih Lebanon dan sebagian kota di Irak, dan AS sendiri memilih di Baghdad dan seterusnya.
Namun akibat perlawanan maha dahsyat oleh tentara lokal dan logikanya (penebalan, penambahan pasukan) berarti  tentara lokal setempat mampu mengalahkan pasukan asing. Namun media barat  banyak melakukan edit dan kontra berita. Disinyalir Barat tidak mau sejarah berpihak kepada Islam.
Sebelumnya ada perlawanan maha dashyat, sepertinya ingin bagi-bagi kue (kekuasaan), bahkan lebih dari sekedar bagi kekuasaan, mereka berencana membuat umat Islam budak di negeri sendiri dan menjadikan kelompoknya adalah Tuan Tanah Baru.
Semua itu terjadi sebab kesalahan dan kebodohan masyarakat Islam sendiri. Umat merasa inferior atau minder dengan statusnya sebagai warga negara dunia ketiga (miskin). Padahal status negara KAYA yang diperoleh AS dan sekutu merupakan hasil rampokan Perang Dunia II. 
Dan kini mereka telah bersiap diri untuk merampok lagi dengan cara menggelar Perang Dunia III. Ia ingin lebih kaya dari sekarang. Hampir semua negara telah memperkuat armada-armada militernya. Seluruh dunia sudah bersiap-siap untuk menghadapi pecahnya Perang Dunia III, kecuali Indonesia. Menyedihkan!
Inilah “kematian” Indonesia dalam kancah perpolitikan global. 
Betapa ironis,  di tengah ketegangan atas kecenderungan politik dunia yang memanas, justru para pejabat dan politikus Indonesia sibuk mencari “kursi”-nya sendiri-sendiri, baik di DPR maupun di kabinet pemerintahan, tanpa memperhatikan situasi global dan kemungkinan dampak buruknya yang bakal menimpa bangsa dan rakyat Indonesia.  
Skenario yang tengah di-setting AS guna mencapai tujuan Kapitalisme Global adalah membuat negara atau wilayah calon jajahan dilemahkan dengan berbagai cara. 
Contoh dibuat federasi, koloni dan seterusnya, dengan aneka wajah (modus). Apa yang dimiliki  negara calon jajahan, baik hal-ikhwal keyakinan, simbol-simbol agama, kekayaan alam dan sebagainya dipelajari dan dicari simpul kelemahannya, bahkan melalui kaki-kaki tangan atau bonekanya --pengkhianat bangsa-- (traitor) mengobrak-abrik “dari dalam” negerinya sendiri.
Salah satu bukti nyata adalah rekomendasi yang dirilis Rand Corporation, sebuah think-thank atau badan kajian strategis yang dibiayai oleh Departemen Pertahanan AS (Pentagon). Dalam studi dan rekomendasinya yang dirilis pada 1998 semasa kepresidenan Bill Clinton, Rand Corporation mendesak pemerintah AS agar Indonesia dibagi jadi beberapa bagian menjadi negara tersendiri terpisah dari NKRI sebagai induknya. 
Adapun beberapa wilayah yang direkomendasikan agar lepas dari NKRI adalah Bali, Kalimantan Timur, Papua, Riau, Maluku, Timor Timur, dan Aceh. Sehingga praktis yang tersisa dalam NKRI adalah Jawa dan Daerah Ibukota Jakarta. 
AS dan sekutu rela mengeluarkan dana cukup besar untuk program ini. Membuat Non Government Organization (NGO) seperti NED dan seterusnya, yang berpihak kepada mereka, “membajak” ahli-ahli berbagai bidang terutama  politik, keuangan, budaya dan sebagainya yang bekerja untuk kepentingan dan cita-cita Kapitalisme Global. 
Begitu detail rencana itu, bahkan sebagian dari lembaga-lembaga dakwah telah dibeli.
Aneh bin ajaib, para kyai dan pemimpin umat Islam justru setuju. Maka jadilah NGO, lembaga dakwah dan organisasi profit menjadi boneka AS dan sekutu. Pada hakikatnya para kaki tangan itu telah menjual negaranya kepada “tuan tanah baru”. Tinggal menunggu waktu saja, kapan republik ini diakuisisi.
Inilah kematian bagi lembaga dakwah, juga institusi-institusi lain yang tergadai. Mereka menjual negara dan agama dengan harga sangat murah. Dan layak dikirimi karangan bunga duka cita bertuliskan:
“Selamat Jalan bagi Penjual Warisan Negara, Semoga Arwahmu  Diterima oleh Pemilik Modal”. Selamat jalan!
Umat Islam Harus Bangkit
Persoalannya: bagaimana agar umat Islam tidak disebut bodoh dan dikatakan pintar.  Jawabannya adalah harus berusaha sendiri. Tidak menggantungkan kepada siapapun, dengan berbagai cara serta jalan yang bisa ditempuh. 
Misalnya membalas tudingan teroris dengan menjawab bahwa AS dan sekutu yang teroris. Atau ketika dicap bar-bar harus dijawab bahwa merekalah yang bar-bar, karena mencari uang dengan cara merampok dan menjarah!
Tudingan ekstrimis bisa dibalikan justru AS yang ekstrimis karena mencari uang dengan menghalalkan segala cara, bahkan melalui tata cara yang tidak terhormat, biadab dan kejam! 
Menyebarkan berita, mencari fakta-fakta yang dapat menguatkan bahwa perang yang dibuat mereka adalah perang mencari uang. Tidak usah membawa-bawa agama. Bahwa sebuah retorika, propaganda, stigma dan cap yang dibuat oleh Barat bukanlah suatu fakta-fakta.
Meng-counter ajaran toleransi dengan pertanyaan: toleransi bagaimana yang dibutuhkan Vatikan dan Anglikan?  Ketika mereka justru merestui aksi-aksi agresi militer sebagai pelaksanaan (katanya) wahyu tuhan. Kata-kata toleransi itu hanyalah untuk mereka yang kalah perang. Oleh karena takut pembalasan saudara-saudara seiman dari korban yang telah dibunuh secara kejam.
Mengkampanyekan secara gegap gempita agar tidak memilih lagi para pemimpin umat, NGO atau organisasi profit oriented sekuler dan berorientasi Barat. Menyebarkan rencana-rencana makar mereka terhadap negara dan agama. Berani mengatakan kepada publik: 
“Cukup sudah kau jual agama dan negara ini, apa yang akan kamu wariskan nanti untuk anak cucu; jangan lagi engkau obrak-abrik negeri ini mengatas-namakan demokrasi, kebebasan, HAM dan banyak lagi!”
Bagi umat Islam yang berkesempatan sebagai pejabat negara agar secara sunguh-sungguh “mempidanakan” siapa-siapa penjual negara ke pihak asing.
Umat Islam agar dengan segala cara dan upaya menghapus citra serta stigma buruk tentang Islam. Stigma itu tidak bakalan melekat kalau umat Islam itu sendiri melakukan perlawanan terhadap cap-cap yang di tuduhkan oleh Barat.
Ini adalah pekerjaan rumah (pe er) bagi seluruh umat Islam. Hanya umat sendiri yang bisa menghapus bukan orang lain.  Meskipun AS dan para sekutu mempunyai dana tidak terbatas berasal dari 41 negara untuk propaganda. Itu bukan halangan.  Pada hakikatnya, tujuan mereka adalah mencari uang.  Maka ketika segala macam promosi dilakukan, tetapi ternyata merugi terus, maka dana propaganda niscaya bakal dihapus.
Hayo, bangkitlah umat Islam! Bangkitlah Nusantara Abad 21. Kembalikan MATAHARI terbit dari Timur!
(http://theglobal-review.com/content_detail.php?lang=id&id=7343&type=99)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar